Jumat, 30 Maret 2012

tampuk kuasa kita, bukan kamu!

Keindahan semakin banyak dilantangkan.

Kesejukan yang tertahan hanya sampai ujung mulut

menjadi gumam.

“Tindakan bodoh macam apa lagi ini?” aku berteriak.

 

Menjamahi karya dengan pemikiran yang memaksa diubah menuju public.

Jika kau terus memaksakan itu, kenapa tidak kau hidangkan saja kopi panas itu di tudung saji kotormu.

Tidak kah cukup hanya kau yang merasakan keruwetan itu?

Terus saja di depan!

 

Logika picik membungkus semua kegamangan benak renta kekinian.

Rasakanlah kerasnya dinding pemisah itu,

Tataplah betapa tingginya tebing yang ada dihadapanmu.

Itu bukan penghalang yang sengaja aku buat.

Itu adalah jejak yang kau buat sendiri dalam gelap.

*

Aku melihat matamu memicing bisu.

Seolah sumpah serapah keluar dari sudut mata subammu.

Dan seperti apa yang terpantul di retinamu,

Aku tertawa kencang melihat gurauan seriusmu.

Meski kau hanya melirik dengan terbeliak didepanku.

 

Maka tetaplah samakan langkah kita, tetap disampingku.

Bertepuk bahu bersamaku, itu indah.

Kita beriring menapaki kisah tampuk kuasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar