Kamis, 05 April 2012

Bukan Aku

Bersamamu, aku tidak menemukan barang secuil saja jati diri ini. Semuanya lari entah kemana. Kita pernah saling menggapai jemari tangan. Di suatu pojok ruang yang bernama lampau. Aku simpan beberapa tetes air mata, untuk esok hari.


Kamu bahagia, kamu tertawa, setiap hari berganti, raut di wajahmu semakin menebarkan keindahan saja. Seperti bunga anggrek di badan pohon yang selalu mendapat siraman di setiap pagi, seperti bulan yang terus menganggun dalam perjalan ke tanggal 14. Seperti jalan yang terus menyambut roda tanpa tepi. Semuanya begitu indah dalam penginderaan.


Tapi tahukah kamu, aku hanya sebuah pohon besar yang lelah, aku hanya satu dari bintang yang selalu meringis menatap purnama, aku adalah ban menggundul yang siap pecah kapan saja. Menjamahi waktu seperti dalam bui indolensi. Membahagiakanmu selalu dengan cara hipokrisi diri.

Di hadapmu,

Aku berubah,

Dihadapmu,

Aku mati sebelah.


"Sayang apa kamu bahagia bersamaku?" Kamu mengangguk cepat.

"Sayang apa kamu ingin terus bersamaku?" Kembali sudut senyum menusuk pipimu.

Apa untuk merenggut gundahmu aku harus selalu menjadi dirinya sebagai rasamu yang terdahulu itu. Batin ini terus saja menggerutu kelu sendiri.


Diri ini hilang bersama keteduhan hatimu. Keteduhan yang selalu kamu rasa dengan masa lalumu, kini telah kamu dapati. Dengan cara yang sama dari orang yang berbeda. Orang yang menyia-nyiakan hidupnya untuk sebuah bahagia derana dalam pengasingan jati diri.


1 komentar:

  1. "Di hadapmu,Aku berubah,Dihadapmu,Aku mati sebelah."

    Sampai menjadi bunglon seperti itukah, Bung??...ckckckc

    BalasHapus