Minggu, 01 April 2012

Senja yang Sendu


Dua pasang kelopak mata kubiarkan beradu, bulu mata teranyam rapih dari sudut kanan sampai sudut kiri. Dalam gelap, bayangku bersiul kencang. Sementara di depanku tidak nampak seorang gadis cantik, pun perawan manja yang semestinya menjadi faktor utama penyebab bibir ini memoncong menyiul genit. Pandanganku melayang. Ini terjadi secara tiba-tiba dalam waktu yang jenak. Aku masih ragu dengan ini.

Masih di balik kelopak mata yang gelap. Aku mencoba memejamkan bayangan itu dalam lamunan. Pernah aku rasa menghilang, sebentar saja khayalku mereda. Diantara pejaman itu, tiba-tiba datang bayangan samar, lalu membentuk jelas tepat di arah pandangku yang lurus. Sosok perempuan dalam bentuk yang paling indah dan sempurna yang pernah memantul di retinaku, "Wow!" Kataku takjub. Sosok itu berdiri diantara kegelapan yang luas.

Dipejam yang pejam semua terlihat lebih ada. Lebih nyata. Sosok perempuan belia itu elok dengan cardigan tipis membalut tubuhnya. Menjadi perempuan paling nyata. kakiku melangkah pelan sekali. Memastikan dirinya tidak akan lari karena cemas merasakan kehadiranku yang mungkin menurutnya adalah seorang lelaki asing. Matanya terbeliak ketika tumpuan tumitku berpindah pijakan. Ada rasa ingin segera membias bayang, pikirku.

Pijakan ini semakin mendekat. Tumpuannya pun semakin ringan untuk menggapai perempuan itu. Dan..
Sekarang perempuan itu tepat ada di hadapanku, beberapa centimeter saja. Pandangnya penuh curiga setengah menengadah ke arahku. Angin yang menyerbu menghempaskan beberapa helai rambut liarnya yang terurai panjang sampai pinggang. Lurus sekali. Beberapa kali dengan manjanya rambut itu menyapa lengan kurusku.

Mataku bergerak vertikal menyimaknya dari ujung jari kaki, lalu sepasang betis mulus tanpa bulu, sampai tepat saat satu titik menyatukan antara dua pandangan kita di udara. Bibirnya perlahan mengembang, aku merasa yakin sekali dia tersenyum lebar padaku. Seyumnya umpama mengucapkan beberapa kata, aku hanya mengartikannya sebagai kalimat "Engkau, pemuda di hadapanku. Aku ingin mengenalmu."

Sesaat tanganku bergerak membuntuti arah pandang. Coba mengembalikan helaian rambut liar di tanganku. Tiba-tiba keheranan menyelinap dalam otakku. Tidak ada helaian rambut yang bisa ku pegang. Aku yakin, tangan ini sudah tepat bisa dikatakan menggapai rambutnya. Tapi..
Tetap saja semakin menambah keherananku. Detik itu aku memindahkan pandang ke arah matanya. "Tidak ada yang aneh dari senyumnya." batinku.

Tangan kiriku bergegas membenamkan sapa di pundaknya. Kembali, tidak ada yang dapat aku raba. Badannya seperti sebuah bayangan berdimensi tinggi. Mampu dilihat namun tak dapat ku sentuh. Dirinya tetap tersenyum, diam dalam semu tanpa menusukan kata di indera pendengaranku. Begitu pun aku yang masih tidak percaya dengan apa yang ada dihadapanku.
Diam. Kita berdiam diri dalam waktu yang lama. Dia diam dengan senyum lebarnya, dan aku diam dengan segala macam bentuk keanehan.

Perlahan lamunanku membuka gelapnya, di tengah kelopak mataku yang belum terpisah dalam peraduannya yang lebih merapat. Untuk ruang yang satu ini aku terkubur dalam gelap. Tidak ada sosok semikro apa pun yang dapat ditangkap retina mataku. Tidak ingin lama-lama aku beranjak cepat membuka indera penglihatanku.

Jendela kamarku terbuka lebar. Angin berhembus kencang bersama cipratan-cipratan air yang diturunkan langit tidak lebat. Sore yang sendu itu, ketika semua terlihat jelas dan begitu nyata. Hanya sepenggal cerita dalam gelap yang bisa mengobati rinduku pada hurup. Pada kata, pada kalimat dan kepada sebuah cerita singkatku menjamahi bayangan super indah bernama perempuan. Dalam bayangan, di senja yang tidak nampak riang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar